Jumat, 26 Februari 2010

LIFE SKILL DI MADRASAH ALIYAH




BAB I
PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG

Pendidikan dipercaya mampu mengemban tugas dalam menyiapkan sumber daya manusia yang andal sesuai dengan kualifikasi yang diinginkan. Tidak hanya dinegara maju, dinegara berkembang seperti Malaysia dan Singapura pun mereka percaya bahwa kemajuan pembangunan yang dicapai, tidak terlepas dari peranan pendidikan yang dijalankan dengan baik. Demikian pula di Indonesia, sadar benar akan peran pendidikan dalam pembangunan bangsa dan negara ini. Untuk itu telah belasan tahun upaya peningkatan mutu pendidikan di negara ini telah dilakukan dengan berbagai cara. Namun demikian, sampai saat ini hasilnya belum secara signifikan mampu meningkatkan mutu pendidikan seperti yang diharapkan. Sebaliknya disisi lain, beberapa waktu yang lalu malah sempat menonjol maraknya tawuran antar siswa, sementara siswa lain banyak yang terseret dalam kasus narkoba. Fenomena itu bukan saja terjadi dikota besar saja, tetapi juga merambah sampai kekota kecil. Warga dan siswa kita kini banyak yang menjadi sensitive, menjadi meledak-ledak oleh hal yang kecil. Suka atau tidak, hal tersebut disisi lain merupakan cerminan akibat dari kurang berhasilnya pelaksanaan pendidikan dinegara ini yang masih hanya mengedepankan pembangunan kecerdasan intelektual ( IQ ) semata dan kurang memperhatikan kecerdasan lainnya seperti kecerdasan emosional ( Emotional Quotient ), kecerdasan spiritual ( Spiritual Quotient ) dan kecerdasan lainnya.
Selain itu, kini jumlah pengangguran dari tahun-ketahun kian membesar yang berakibat pada membengkaknya angka kemiskinan yang dapat berujung pada semakin beratnya beban yang dipikul negara. Berkaitan dengan semakin membengkaknya angka pengangguran, hal ini dapat diasumsikan kurang berhasilnya pendidikan dalam memberdayakan dan memberi bekal peserta didik dengan kemampuan dan keterampilan yang diperlukan dalam mengarungi kehidupan ini yang semakin kompleks. Kini kita menyadari bahwa pelaksanaan pendidikan kita masih banyak mengalami kekurangan.
Seiring dengan keterpurukan pendidikan nasional dengan melihat beberapa indikator yang mengemuka melahirkan keprihatinan yang mendalam terhadap kesuksesan lembaga pendidikan formal termasuk didalamnya madrasah sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional. Keprihatinan yang muncul disebabkan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia sebagaimana hasil survai yang dikemukakan oleh Human Development Index ( HDI ), The political Economic Risk Consultation ( PERC ) dan hasil studi the Third International Mathematics and Science Study Repeat ( TIMSS-R 1999 ) yang menyajikan data bahwa mutu pendidikan di Indonesia menduduki peringkat yang amat rendah dari negara-negara yang di survai. Selain itu juga keprihatinan muncul setelah melihat kondisi riil dimasyarakat, yakni begitu banyak lulusan pendidikan dasar dan menengah yang tidak melanjutkan pendidikan pada jenjang berikutnya tidak sanggup mencari kehidupan yang layak apalagi hidup secara mandiri akibat tidak memiliki kecakapan hidup life skill.
Pendidikan selama ini berjalan dengan verbalistik dan berorientasi semata-mata kepada penguasaan mata pelajaran. Pengamatan terhadap praktek pendidikan sehari-hari menunjukkan bahwa pendidikan difokuskan agar siswa menguasai informasi yang terkandung dalam materi pelajaran dan kemudian dievaluasi seberapa jauh penguasaan itu dicapai siswa. Bagaimana keterkaitan antara materi dengan kehidupan sehari-hari dan bagaimana materi tersebut dapat digunakan untuk memecahkan masalah/problem kehidupan, belum mendapatkan perhatian yang selayaknya. Pendidikan seakan-akan terlepas dari kehidupan sehari-hari dan masalahnya, apa strategi untuk memperbaiki kinerja pendidikan kita?. Keprihatinan-keprihatinan diatas melahirkan pemikiran baru bahwa selayaknya setiap jenjang pendidikan seluruh mata pelajaran terintegrasi dengan konsep kecakapan hidup ( life skill ). Hal ini sejalan pula dengan kehendak UNESCO agar pendidikan mengupayakan 4 pilar utama sebagai tujuan pendidikan, yaitu; belajar melakukan ( learning to do ), belajar mengetahui ( learning to know ), belajar menjadi diri sendiri ( learning to be ), dan belajar hidup dalam kebersamaan ( learning to life together ).
Kini pemerintah telah menyiapkan salah satu kemasan kurikulum 2004, yang kita kenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan kemudian dikemas lagi dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP). Selain itu, kecakapan hidup ( Life Skill ) merupakan bahan kajian yang akan diintegrasikan kedalam kurikulum tersebut. Madrasah yang dalam sistem pendidikan nasional dinilai memiliki arti penting sebagai satu pendidikan formal yang berada dibawah pembinaan Departemen Agama.
Mulyasa (2002) mengemukakan bahwa implementasi kurikulum berbasis kompetensi di sekolah sangat erat kaitannya dengan kebijakan Depdiknas mengenai pelaksanaan Broad Bases Education ( BBE) yang berorientasi life skill.
Apa yang diamanatkan oleh UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional khususnya pasal 3: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Jadi, pada akhirnya apapun kemasan dan isi kemasan tersebut entah KBK dan KTSP tujuan pendidikan adalah membantu peserta didik agar nantinya mampu meningkatkan dan mengembangkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri, sebagai anggota masyarakat dan sebagai warga negara. Dengan demikian, materi mata pelajaran haruslah dipahami sebagai alat, dan bukan sebagai tujuan. Sebagai alat, artinya berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik, agar pada saatnya nanti siap digunakan untuk bekal hidup dan kehidupan, bekerja untuk mencari nafkah dan bermasyarakat. Semuanya itu terangkum dalam bingkai kecakapan hidup ( life skill ) yang memadai untuk bekal hidupnya baik sebagai tenaga kerja atau pun sebagai warga masyarakat.
Menjadi madrasah memiliki peran yang sangat strategis, sangat diharapkan menjadi pionir dalam berperan bagi pembentukan jiwa agama yang akan melandasi kecerdasan dan keterampilan peserta didik.
Melalui makalah ini penulis mencoba menyusun perlunya konsep dasar life skill dalam mengoptimalkan pembelajaran pada Madrasah Aliyah keterampilan..

B. PERMASALAHAN

Dalam rangka peningkatan proses pembelajaran pada MAN keterampilan dipandang perlu untuk memahami perlunya menerapkan konsep kecakapan hidup ( life skill ) pada peserta didik. Adapun alternatif yang bisa digunakan sebagaimana kondisi dan permasalahan belajar adalah sebagai berikut:
“ Bagaimana bentuk pelaksanaan life skill yang terintegrasi dalam implementasi kurikulum ”.






BAB II
PEMBAHASAN


A. KECAKAPAN HIDUP ( LIFE SKILL )

1. Pengertian
“Kecakapan hidup atau life skill adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreaktif mencari serta menemukan solusi sehingga mampu mengatasinya. ( Direktorat Dikmenum 2003 )”.
Keterampilan hidup atau kecakapan hidup adalah suatu kecakapan yang dibutuhkan oleh peserta didik sehingga mereka dapat melangsungkan kehidupan dan beradaptasi dengan baik selama ia berada dibangku sekolah ataupun setelah menyelesaikan sekolah pada jenjang tertentu ( keterampilan yang dibutuhkan sepanjang hayatnya). Broling ( 1989 ), mengemukakan bahwa keterampilan hidup adalah interaksi dari berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki seseorang sehingga mereka mampu hidup mandiri. Sementara WHO ( 1997 ) menyatakan bahwa kecakapan hidup adalah sebagai keterampilan atau kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam hidup sehari-hari secara efektif. Keterampilan hidup mencakup 5 jenis, yakni;
(1) kecakapan mengenal diri atau personal,
(2) kecakapan social,
(3) kecakapan berpikir,
(4) kecakapan akademik,
(5) kecakapan kejuruan ( vocasional skill ).
Sementara sumber lain mengatakan bahwa keterampilan hidup adalah seperangkat pengetahuan yang secara praktis dapat membekali seseorang dalam mengatasi berbagai macam persoalan kehidupannya.
Jadi, pada hakekatnya, keterampilan hidup adalah keterampilan yang dimiliki seseorang yang mencakup kemampuan, pengetahuan, dan sikap agar seseorang mampu memecahkan berbagai persoalan hidup dan kehidupan dan mencari solusi dari setiap tuntutan dan tantangan yang dihadapinya sehingga mereka mampu hidup secara sukses. Dengan demikian, keterampilan harus mengarah pada keterampilan personal, keterampilan sosial, keterampilan berpikir rasional, keterampilan akademik, dan keterampilan vocasional.
Dalam Jurnal Pendidikan ( Slamet PH, 2002) mengatakan bahwa keterampilan hidup adalah kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan kehidupan dengan nikmat dan bahagia. Keterampilan hidup ini dapat di kelompokkan menjadi dua jenis, yaitu keterampilan dasar dan keterampilan instrumental. Sementara menurut Jam’an Satori ( Jurnal pendidikan, 2002 ) bahwa keterampilan hidup dibagi dalam 3 jenis, yaitu :
(1) keterampilan dasar
(2) keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan
(3) keterampilan karakter dan keterampilan efektif.
Yang termasuk keterampilan dasar adalah:
(a) kecakapan berkomunikasi lisan,
(b) kecakapan membaca,
(c) kecakapan penguasaan dasar-dasar berhitung,
(d) kecakapan menulis. Keempat kecakapan tesebut sering disebut “ Calistung “. Yang harus dikuasai peserta didik. Selain itu, ada ahli yang mengatakan bahwa kecakapan hidup merupakan kecakapan pengembangan diri untuk dapat bertahan hidup serta tumbuh dan berkembang, memiliki kemampuan berkomunikasi dan berhubungan baik secara individu, kelompok, maupun melalui sistem dalam menghadapi situasi tertentu ( Barrie Hopson dan Mike Scally, 1981 ).
Bervariasinya tentang batasan kecakapan hidup ( life skill ) seperti tercantum diatas, akan menambah wawasan dan lengkapnya pemahaman kita tentang kecakapan hidup. Namun demikian kita dapat menggunakan acuan yang telah ditetapkan oleh Depertemen Pendidikan seperti berikut. Keterampilan hidup adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreaktif mencari serta menemukan solusi sehingga pada akhirnya mampu mengatasinya ( Team BBE, 2002 : 11 )
Pengertian kecakapan hidup ( life skill ) lebih luas dari keterampilan vokasional ( vocasional skill ) atau keterampilan untuk bekerja. Orang yang tidak bekerja, misalnya ibu rumah tangga, pensiunan, pengangguran, tetap memerlukan kacakapan hidup. Seperti halnya orang bekerja, orang yang tidak bekerja pun juga menghadapi berbagai masalah yang harus dipecahkan. Orang yang sedang menempuh pendidikan juga memerlukan kecakapan hidup, karena mereka juga memiliki permasalahannya sendiri. Sepanjang kita masih hidup, dimana pun dan kapan pun, orang selalu menemui masalah yang memerlukan pemecahannya.
Dilihat dari sisi lain, kecakapan hidup dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ;
a. Kecakapan hidup yang bersifat generic ( generic life skill ), yang mencakup kecakapan personal ( personal skill ) dan kecakapan social ( social skill ). Kecakapan personal mencakup kecakapan akan kesadaran diri atau memahami diri ( self awareness ) dan kecakapan berpikir ( thinking skill ). Sedangkan kecakapan social mencakup kecakapan berkomunikasi ( communication skill ) dan kecakapan bekerja sama ( collaboration skill ).
b. Kecakapan hidup spesifik ( specific life skill ), yaitu kecakapan untuk menghadapi pekerjaan atau keadaan tertentu. Kecakapan spesifik ini mencakup kecakapan akademik ( academic skill ) dan kecakapan vokasional ( vocational skill ). Kecakapan akademik terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan pemikiran, sehingga mencakup kecakapan mengidentifikasi variable dan hubungan antara satu dengan lainnya ( identifying variables and describing relationship among them ), kecakapan merumuskan hipotesis ( constructing hypotheses ), dan kecakapan merancang dan melaksanakan penelitian ( designing and implementing a research ). Dalam hal ini, yang akan dibahas dalam kegiatan ini adalah kecakapan hidup yang generik atau umum.

2. Tujuan
Tujuan keterampilan hidup ( life skill ) dapat memberikan peluang kepada setiap peserta didik untuk mengembangkan potensinya dan untuk memberikan peluang mengembangkan keterampilan yang dapat dijadikan sebagai sumber penghidupan mereka. Dengan demikian mereka diharapkan mampu, sanggup dan terampil menghadapi tantangan hidup dan tuntutan perkembangan masyarakat di masa kini dan mendatang.
Secara lebih khusus keterampilan hidup bertujuan agar :
1. Membekali lulusan dengan kecakapan hidup untuk memecahkan berbagai persoalan hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi atau warga masyarakat.
2. Memberikan wawasan yang luas mengenai pengembangan karir
3. Memberikan bekal dengan latihan dasar mengenai nilai-nilai yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang penuh kompetisi.
4. Menfasilitasi peserta didik dalam memecahkan permasalahan kehidupan yang dihadapi sehari-hari, misalnya kemiskinan, kriminalitas, kesehatan fisik dan mental, pengangguran, kekerasan, narkoba, dan sebagainya.
5. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya sekolah melalui pendekatan manajemen berbasis sekolah sesuai dengan prinsip pendidikan terbuka.
Secara umum, pendidikan yang berorientasi pada kecakapan hidup bertujuan untuk menfungsikan pendidikan sesuai dengan fitrahnya, yaitu mengembangkan potensi peserta didik dalam menjalani kehidupannya kelak sebagai mahluk individu dan sosial.
Secara khusus, pendidikan yang berorientasi pada kecakapan hidup bertujuan untuk :
a. Mengatualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya.
b. Merancang pendidikan agar fungsional bagi kehidupan peserta didik dalam menghadapi kehidupannya di masa datang.
c. Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai denga prinsip pendidikan berbasis luas.
Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dilingkungan sekolah, dengan memberi peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakat, sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.

B. PENGINTEGRASIAN KECAKAPAN HIDUP KEDALAM KURIKULUM.

Dalam pelaksanaannya, pendidikan kecakapan hidup ( life skill ) bukan merupakan bahan kajian atau pelajaran yang berdiri sendiri, melainkan dalam pelaksanaannya akan diintegrasikan ke dalam setiap mata pelajaran yang memungkinkan, di mana mata pelajaran di pandang sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan anak didik agar pada saatnya dapat di gunakan sebagai alat bekal hidup dan kehidupan, bekerja dan mencari nafkah dan bermasyarakat.

1. Uraian Singkat Materi Kecakapan Hidup

Sebagai bahan pertimbangan dalam mengintegrasikan bahan kajian atau materi kecakapan hidup kedalam kurikulum, dapat diperlihatkan bagan Uranian singkat materi kecakapan hidup sebagai berikut :


Kesadaran sbg mahluk Tuhan
Kesadaran diri
Kesadaran akan potensi diri

KP Kec. menggali informasi

KHG Kec. mengolah informasi
Kecakapan berpikir
Kec. memecahkan masalah

Kec. mendengarkan
Kec. berbicara
Kec. berkomunikasi Kec. membaca
Kec. menulis

KH KS
Kec. sebagai teman yang menyenangkan
Kec. bekerja sama

Kec. sebagai, pimpinan yang berempati KHS

Keterangan:
KH = kecakapan hidup
KHG = kecakapan hidup generic
KHS = kecakapan hidup spesifik
KP = kecakapan personal
KS = kecakapan social

2. Penjelasan

a. Kecakapan kesadaran diri

Kecakapan kesadaran diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan warga negara, sebagai bagian dari lingkungan, serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya, sekaligus menjadikannya sebagai modal untuk meningkatkan diri sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun lingkungannya.
Dengan kesadaran diri sebagai hamba Allah, seseorang akan terdorong beribadah sesuai dengan agama yang diyakininya. Dalam hal ini pendidikan agama dimaknai bukan sebagai pengetahuan semata, melainkan sebagai tuntutan bertindak dan berperilaku, baik dalam hubungan antara dirinya dengan Allah maupun hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya. Dengan kesadaran diri seperti itu, nilai-nilai agama dijadikan sebagai roh dari mata pelajaran lainnya.
Kesadaran diri merupakan proses internalisasi dari informasi yang diterima, yang pada saatnya menjadi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan diwujudkan menjadi perilaku keseharian. Oleh karena itu, walaupun kesadaran diri lebih merupakan sikap, namun diperlukan kecakapan untuk menginternalisasi informasi menjadi nilai-nilai dan kemudian diwujudkan menjadi perilaku keseharian. Kesadaran diri sebagai hamba Allah diharapkan mendorong yang bersangkutan untuk beribadah, berlaku jujur, mau bekerja keras, disiplin dan amanah terhadap kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Kesadaran diri bahwa manusia sebagai mahluk sosial, akan mendorong yang bersangkutan untuk berperilaku yang toleran kepada sesama,suka menolong dan menghindari tindakan yang menyakiti orang lain. Bukankah Allah telah menciptakan manusia itu bersuku-suku, berbangsa-bangsa agar mereka saling menghormati dan saling membantu.
Kesadaran diri sebagai mahluk lingkungan merupakan kesadaran bahwa manusia diciptakan Allah sebagai khalifah di muka bumi dengan amanah memelihara lingkungan. Dengan kesadaran itu, pemeliharaan lingkungan bukan merupakan beban, melainkan sebagai kewajiban ibadah kepada Allah, sehingga setiap orang akan terdorong untuk melaksanakan.
Kesadaran akan potensi yang dikaruniakan Allah kepada diri kita, sebenarnya merupakan bentuk syukur kepada Allah. Dengan kesadaran itu, siswa akan terdorong untuk menggali, memelihara, mengembangkan dan memanfaatkan potensi tersebut.
Pendidikan untuk mengembangkan kesadaran diri seringkali di sebut sebagai pendidikan karakter, karena kesadaran diri akan membentuk karakter seseorang. Karakter itulah yang pada saatnya terwujudkan menjadi perilaku orang yangt bersangkutan. Oleh karena itu banyak ahli yang menganjurkan penumbuhan kesadaran diri ini perlu dikembangkan sejak dini dan di upayakan menjadi kehidupan keseharian di rumah maupun di sekolah.

b. Kecakapan berpikir

Kecakapan berpikir pada dasarnya merupakan kecakapan menggunakan pikiran/rasio kita secara optimal. Kecakapan berpikir mencakup antara lain kecakapan menggali dan menemukan informasi ( information searching ), kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan secara cerdas ( information processing and decision making skill ), serta kecakapan memecahkan masalah secara arif dan kreaktif ( creative problem solving skill ).
Kecakapan menggali dan menemukan informasi merupakan kecakapan dasar, yaitu membaca, menghitung, dan melakukan oservasi. Oleh karena itu, anak belajar membaca bukan sekedar “ membunyikan huruf dan kalimat “, tetapi memahami maknanya, sehingga yang bersangkutan dapat mengerti informasi apa yang terkandung dalam bacaan tersebut.
Siswa yang belajar menghitung, hendaknya bukan sekedar belajar secara mekanistik menerapkan kalkulasi angka dan bangun, tetapi mengartikan apa informasi yang diperoleh dari kalkulasi itu. Oleh karena itu, kontekstualisasi atau mata pelajaran lainnya menjadi sangat penting, agar siswa mengerti apa yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, sebagai suatu informasi.

c. Kecakapan sosial

Kecakapan sosial atau antar-personal ( inter-personal skill ) mencakup antara lain kecakapan berkomunikasi dengan empati dan kecakapan bekerjasama. Empati merupakan sikap penuh pengertian dan seni berkomunikasi dua arah, perlu ditekankan karena yang dimaksud berkomunikasi disini bukan sekedar menyampaikan pesan, tetapi isi pesannya sampai dan disertai dengan kesan baik yang dapat menumbuhkan hubungan yang harmonis.
Komunikasi dapat melalui lisan atau tertulis. Untuk komunikasi lisan, kemampuan mendengarkan dan menyampaikan gagasan secara lisan perlu dikembangkan. Kecakapan mendengarkan dengan empati akan membuat orang mampu memahami isi pembicaraan orang lain, sementara lawan bicara merasa diperhatikan dan dihargai.
Komunikasi secara tertulis ini sudah menjadi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, setiap orang perlu memiliki kecakapan membaca dan menulis secara baik.Kecakapan menuangkan gagasan melalui tulisan yang mudah dipahami orang lain sangat perlu dikembangkan pada setiap siswa.
Menulis gagasan dan menyampaikan gagasan secara lisan dan tulisan bukan semata-mata tugas mata pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris tetapi juga mata pelajaran lain, misalnya melalui tulisan atau presentasi hasil observasi, hasil praktikum, dan sebagainya.
Kecakapan bekerja sama sangat diperlukan karena sebagai mahluk sosial, manusia dalam kehidupan sehari-hari akan selalu bekerja sama dengan orang lain. Kerja sama bukan sekedar kerja bersama, tetapi kerja sama yang disertai dengan saling pengertian, saling menghargai dan saling membantu. Studi mutahir menunjukkan kemampuan kerja sama sangat diperlukan untuk membangun semangat komunitas yang harmonis sehingga akan tercipta kedamaian sejati.
Pada tingkat Madrasah Aliyah pembekalan kecakapan hidup lebih fokus mengembangkan akademik skill dengan terus memantapkan general life skill serta mengembangka secara terbatas vocational skill atau kecakapan kejuruan , karena sudah mengarah pada bidang pekerjaan tetentu yang ada di masyarakat.

3. Strategi Pengintegrasian Life Skill

Pendekatan life skill setiap guru mata pelajaran harus melakukan reorientasi yakni merancang pengalaman belajar yang berorientasi pada kecakapan hidup.
Beberapa catatan penting bagi madrasah/guru untuk melakukan reorientasi pembelajaran adalah bahwa life skill :
§ Tidak dikemas dalam bentuk materi tambahan yang disisipkan dalam mata pelajaran.
§ Tidak memerlukan tambahan alokasi waktu.
§ Tidak memerlukan buku baru
§ Tidak memerlukan tambahan guru baru
§ Dapat diterapkan dengan menggunakan kurikulum apapun
§ Tidak dikemas dalam bentuk mata pelajaran baru.
Selain itu guru dapat merubah strategi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan dan metoda yang variatif, sehingga :
§ Siswa lebih aktif
§ Iklim belajar menyenangkan
§ Fungsi guru bergeser dari sebagai pemberi informasi menuju sebagai fasilitator.
§ Materi yang dipelajari terkait dengan lingkungan kehidupan siswa, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah kehidupan
§ Siswa terbiasa mencari informasi dari berbagai sumber
§ Menggeser “ teaching” menjadi “ learning”.



BAB III
PENUTUP

Agar pada pelaksanaannya berlangsung sesuai dengan keinginan atau harapan, guru mata pelajaran merancang konsep implementasi life skill dengan cara :
1. Membuat tabel integrasi kecakapan hidup dalam kemampuan dasar pada perangkat pembelajaran setiap mata pelajaran.
2. Membuat rincian kecakapan hidup pada tiap rancangan pengalaman belajar dalam format silabus dan sistem penilaian.
Kecakapan hidup yang diintegrasikan dalam mata pelajaran adalah hal baru yang harus dikembangkan lebih lanjut, konsep pengembangan yang adan ini masih perlu penyempurnaan sesuai tuntutan perubahan, oleh sebab itu di butuhkan gagasan-gagasan kreaktif dan inovatif agar didapat model-model pembelajaran yang benar-benar dana menyenangkan dalam mengembangkan kecakapan hidup yang ideal.


DAFTAR REFERENSI

1. Konsep Kecakapan Hidup ( Direktorat Dikmenum 2003 )
2. Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan Indonesia ( LKPPI ) Jakarta.
3. Mulyasa ( 2002) Kurikulum berbasis kompetensi, Konsep, Krakteristik, dan Implementasi, Bandung : Remaja Rosdakarya
3. Slamet PH, ( 2002) Jurnal Pendidikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar