Senin, 20 Desember 2010

Makna Pembelajaran



KAJIAN PEMBELAJARAN SEBAGAI SUATU SISTEM
By : La Ludi, S.Pd. MP.d
( Guru MAN Model Kendari )

A. Pengertian Pembelajaran
Kata “ pembelajaran “ terjemahan dari “instruction” yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh aliran Psikologi Kognitif-Wholistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah ini juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media seperti bahan-bahan cetak, program televisi, gambar, audio, dan lain sebagainya sehingga semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam pengelolaan proses belajar mengajar dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar.
Pembelajaran atau pengajaran pada dasarnya merupakan kegiatan guru menciptakan situasi agar siswa belajar. Istilah pembelajaran pengganti pengajaran atau “proses belajar mengajar”. Nana Syaodih Sukmadinata (2004) mengemukakan bahwa “ pembelajaran lebih diarahkan pada kegiatan yang sengaja diciptakan guru agar siswa belajar.”Oemar Hamalik (1991) mengartikan belajar”... proses perubahan tingkah laku melalui interaksi antara individu dengan lingkungan.” Lingkungan disini dalam arti luas meliputi guru, fasilitas belajar, peralatan serta siswa lainnya. Olehkarena itu dalam pengertian ini ciri-ciri pembelajaran lebih terarah pada:
1. Kegiatan untuk meningkatkan, memproses dan mendukung proses belajar mengajar siswa.
2. Mengandung unsur kesengajaan dari luar individu belajar.
Menurut Wina Sanjaya (2005) terdapat beberapa karakteristik penting dari istilah pembelajaran:
1. Pembelajaran berarti membelajarkan siswa
2. Proses pembelajaran berlangsung dimana saja
3. Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan.
Pembelajaran juga merupakan proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik antara siswa dan guru, siswa denga siswa atau siswa dengan sumber belajar lain pada suatu lingkungan belajar tertentu, untuk mencapai tujuan tertentu. Komunikasi transaksional merupakan bentuk komunikasi yang dapat diterima, dipahami dan di sepakati oleh pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan pembelajaran. Disini guru memiliki peranan penting dalam merancang dan melakukan proses pembelajaran, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan kondusif terhadap pencapaian sasaran belajar. Rasa senang belajar bersama guru dikelas akan mendorong kegiatan belajar tanpa guru diluar kelas, dirumah dan tempat lainnya.
Dalam arti yang luas “ pembelajaran berkenaan dengan penyediaan dan pemanfaatan kegiatan sumber-sumber belajar, yang sengaja diciptakan atau tercipta secara alamiah sehingga siswa terbantu untuk mempelajari dan menguasai kemampuan dan atau nilai-nilai yang benar” ( Syaiful Sagala, 2003).
Kemampuan dan nilai-nilai baru merupakan sasaran atau tujuan dari pembelajaran, tetapi proses pembelajaran juga terkait dengan komponen-komponen lain, diantaranya: bahan belajar, metode pembelajaran serta media dan sumber belajar.
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Oemar Hamalik (1999), pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran ( Oemar Hamalik, 1999).
Manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material, meliputi buku-buku, papan tulis, dan alat tulis, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.
Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang saja. Sistem pembelajaran dapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar dikelas atau disekolah, karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan, untuk membelajarkan peserta didik. Oleh karena itu lebih lanjut Oemar Hamalik menjelaskan pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik. Rumusan ini lebih menitik beratkan pada unsur peserta didik, lingkungan, dan proses belajar.
Perumusan ini sejalan dengan Corey (1986), pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelolah untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran suatu subset khusus dari pendidikan. Demikian pula dijelaskan oleh Drost S.J, proses belajar mengajar atau pembelajaran untuk membantu pelajar mengembangkan potensi intelektual yang ada padanya. Peran guru tidak hanya terbatas hanya sebagai pengajar (penyampai ilmu pengetahuan), tetapi juga sebagai pembimbing, pengembang, dan pengelolah kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Selain yang dikemukan oleh para pakar kurikulum diatas, untuk memahami lebih mendalam apa itu pembelajaran, mari kita telusuri konsep dan pengertiannya. Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (1999) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruktional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. UUSPN No. 20 tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai suatu proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreaktivitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.
Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.
B. Pengertian Sistem dan Kegunaan Sistem
Salah satu yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas proses pendidikan adalah pendekatan sistem. Melalui pendekatan sistem kita dapat melihat berbagai aspek yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu proses.
Menurut Wina Sanjaya (2008) sistem adalah satu kesatuan komponen satu sama lain saling berkaitan dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan pengertian diatas, maka ada tiga hal yang penting yang menjadi karakteristik suatu sistem. Pertama, setiap sistem pasti memiliki tujuan. Tujuan merupakan ciri utama dalam suatu sistem. Tak ada sistem tanpa tujuan. Tujuan merupakan arah yang harus dicapai oleh suatu pergerakan sistem. Semakin jelas tujuan, maka semakin mudah menentukan pergerakan sistem. Kedua, sistem selalu mengandung suatu proses. Proses adalah rangkaian kegiatan. Kegiatan diarahkan untuk mencapai tujuan. Semakin kompleks tujuan, maka semakin rumit juga proses kegiatan. Ketiga, proses kegiatan dalam suatu sistem selalu melibatkan dan memanfaatkan berbagai komponen atau unsur-unsur tertentu. Oleh sebab itu, suatu sistem tidak mungkin hanya memiliki satu komponen saja. Sistem memerlukan berbagai komponen yang satu sama lain saling berkaitan.
Atas dasar pengertian diatas, maka jelas sistem bukanlah hanya sebagai suatu cara, seperti yang banyak dipahami oleh banyak orang selama ini. Cara, hanyalah bagian dari rangkaian kegiatan suatu sistem. Yang pasti adalah sistem selalui bertujuan, dan seluuruh kegiatan dengan melibatkan dan memanfaatkan setiap komponen diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena sistem merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan melalui pemberdayaan komponen-komponen yang membentuknya, maka sistem erat kaitannya dengan perencanaan.
Menurut Wina Sanjaya (2008) perencanaan adalah pengambilan keputusan bagaimana memberdayakan komponen agar tujuan berhasil dengan sempurna. Oleh sebab itu, proses berpikir dengan pendekatan sistem memiliki daya ramal akan keberhasilan suatu proses. Artinya, apabila seluruh komponen membentuk sistem bekerja sesuai dengan fungsinya, maka dapat dipastikan tujuan yang telah ditentukan akan tercapai secara optimal; sebaliknya manakala komponen-komponen yang membentuk sistem tidak dapat bekerja sesuai dengan fungsinya, maka pergerakan sistem akan terganggu, yang berarti akan menghambat pencapaian tujuan. Misalnya manusia merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen, seperti komponen mata untuk melaksanakan fungsi penglihatan, komponen telinga untuk melaksanakan fungsi pendengaran, komponen mulut untuk melaksanakan fungsi pencernaan, dan lain sebagainya. Manakala salah satu atau sebagian besar komponen tidak berfungsi, maka akan merusak sistem secara keseluruhan. Manakala telinga kita sakit, misalnya sehingga tidak dapat mendengar, maka akan mengganggu seluruh sistem tubuh kita.
Suatu sistem memiliki ukuran dan batas yang relatif. Bisa terjadi suatu sistem tertentu pada dasarnya merupakan subsistem dari suatu sistem yang lebih luas. Misalnya sistem pembelajaran yang memiliki komponen-komponen tertentu pada dasarnya merupakan subsistem dari sistem pendidikan; dan sistem pendidikan merupakan subsistem dari sistem sosial masyarakat. Dalam sistem pembelajaran itu pun memiliki subsistem-subsistem yang kecil, misalnya subsistem media, subsistem strategi dan lain sebagainya. Oleh karena itulah, manakala sesuatu kita kita anggap suatu sistem kita mesti melihat secara keseluruhan komponen yang membentuknya, sebab komponen terkecil dari suatu subsistem dapat mempengaruhi sistem yang lebih luas. Misalnya komponen baut gir yang merupakan subsistem dari roda sepeda motor dapat mempengaruhi sistem sepeda motor itu sendiri.
Kemudian, mengapa pembelajaran dikatakan sebagai suatu sistem? Karena pembelajaran adalah kegiatan yang bertujuan, yaitu membelajarakan siswa. Proses membelajarkan itu merupakan rangkaian kegiatan yang melibatkan berbagai komponen. Itulah setiap guru memahami sistem pembelajaran. Melalui pemahaman sistem, minimal setiap guru akan memahami tentang tujuan pembelajaran atau hasil yang diharapkan, proses kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan, pemanfaatan setiap komponen dalam proses kegiatan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dan bagaimana mengetahui keberhasilan pencapaian tersebut.
Sistem bermanfaat untuk merancang atau merencanakan suatu proses pembelajaran. Perencanaan adalah proses dan cara berpikir yang dapat membantu menciptakan hasil yang diharapkan ( Ely, 1979). Oleh karena itulah, proses perencanaan yang sistematis dalam proses pembelajaran memiliki beberapa keuntungan, diantaranya:
1. Melalui sistem perencanaan yang matang, guru akan terhindar dari keberhasilan secara untung-untungan, dengan demikian pendekatan sistem memiliki daya ramal yang kuat tentang keberhasilan suatu proses pembelajaran, karena memang perencanaan disusun untuk mencapai hasil yang optimal.
2. Melalui sistem perencanaan yang sistematis, setiap guru dapat menggambarkan berbagai hambatan yang mungkin akan dihadapi sehingga dapat menentukan berbagai strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
3. Melalui sistem perencanaan, guru dapat menentukan berbagai langkah dalam memanfaatkan berbagai sumber dan fasilitas yang ada untuk ketercapaian tujuan.
C. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Sistem Pembelajaran
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan proses sistem pembelajaran diantaranya faktor guru, faktor siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan.
1. Faktor Guru
Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa guru, bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi, maka strategi itu tidak mungkin dapat diaplikasikan. Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada kepiawaian guru dalam menggunakan metode, teknik, dan taktik pembelajaran.
Guru, dalam proses pembelajaran memegang peranan yang sangat penting. Peran guru, apalagi untuk siswa pada usia pendidikan dasar, tidak mungkin dapat digantikan oleh perangkat lain, seperti televisi, radio, komputer, dan lain sebagainya. Sebab siswa adalah organisme yang sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa.
Dalam proses pembelajaran guru bukanlah hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarnya, akan tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning). Dengan demikian, efektivitas proses pembelajaran terletak dipundak guru. Oleh karenanya, keberhasilan suatu proses pembelajaran ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru.
Menurut Dunkin (1974) ada sejumlah aspek yang dapat mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu: “ teacher formative experience, teacher training experience and teacher properties”
Teacher formative experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup yang menjadi latar belakang sosial mereka. Yang termasuk kedalam aspek ini diantaranya, meliputi tempat asal kelahiran guru termasuk suku, latar belakang budaya dan adat istiadat, keadaan keluarga dari mana guru itu berasal, misalnya apakah guru itu tergolong mampu atau tidak; apakah mereka berasal dari keluarga harmonis atau bukan.
Teacher training experience, meliputi pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru, misalnya, pengalaman latihan profesional, tingkatan pendidikan, pengalaman jabatan, dan lain sebagainya.
Teacher properties, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru, misalnya sikap guru terhadap profesinya, sikap guru terhadap siswa, kemampuan atau intelegensi guru, motivasi dan kemampuan mereka baik kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran termasuk didalamnya kemampuan dalam merencanakan dan evaluasi pembelajaran maupun kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran.
Selain latar guru seperti di atas, pandangan guru terhadap mata pelajaran yang diajarkan juga dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Guru yang menganggap pelajaran IPS sebagai mata pelajaran hafalan, misalnya akan berbeda dalam pengelolaan pembelajarannya dibandingkan dengan guru yang menganggap mata pelajaran tersebut sebagai mata pelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir; demikian juga dengan pelajaran matematika, banyak guru yang menganggap sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dipelajari. Pandangan yang demikian dapat mempengaruhi cara penyajian mata pelajaran tersebut didalam kelas.
2. Faktor Siswa
Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, di samping karakteristik lain yang melekat pada diri anak.
Seperti halnya guru, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi aspek latar belakang siswa yang menurut Dunkin disebut pupil formative experiences serta faktor sifat yang dimiliki siswa (pupil properties).
Aspek latar belakang, meliputi jenis kelamin siswa, tempat kelahiran dan tempat tinggal siswa, tingkat sosial ekonomi siswa, dari keluarga yang bagaimana siswa berasal dan lain sebagainya; sedangkan dilihat dari sifat yang dimiliki siswa meliputi kemampuan dasar, pengetahuan dan sikap. Tidak dapat disangkal bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda yang dapat dikelompokkan pada siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Siswa yang termasuk berkemampuan tinggi biasanya ditunjukkan oleh motivasi yang tinggi dalam belajar, perhatian dan keseriusan dalam mengikuti pelajaran, dan lain sebagainya. Sebaliknya siswa yang tergolong pada kemampuan rendah ditandai dengan kurangnya motivasi belajar, tidak adanya keseriusan dalam mengikuti pelajaran termasuk menyelesaikan tugas, dan lain sebagainya. Perbedaan-perbedaan semacam itu menuntut perlakuan yang berbeda pula baik dalam penempatan atau pengelompokan siswa maupun dalam perlakuan guru dalam menyesuaikan gaya belajar. Demikian pula halnya dengan tingkat pengetahuan siswa. Siswa yang memiliki pengetahuan yang memadai tentang penggunaan bahasa standar, misalnya akan mempengaruhi proses pembelajaran mereka dibandingkan dengan siswa yang tidak memiliki tentang hal itu.
Sikap dan penampilan siswa di dalam kelas, juga merupakan aspek lain yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Adakalanya ditemukan siswa yang sangat aktif (hyperkinetic) dan ada pula siswa yang pendiam, tidak sedikit juga ditemukan siswa yang memiliki motovasi yang rendah dalam belajar. Semua itu akan memengaruhi proses pembelajaran di dalam kelas. Sebab, bagaimanapun faktor siswa dan guru merupakan faktor yang sangat menentukan dalam interaksi pembelajaran.
3. Faktor Sarana dan Prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat pembelajaran, perlengkapan sekolah, dan lain sebagainya; sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya, jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil, dan lain sebagainya. Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam menyelenggarakan proses pembelajaran; dengan demikian sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.
Terdapat beberapa keuntungan bagi sekolah yang memiliki kelengkapan sarana dan prasarana. Pertama, kelengkapan sarana dan prasarana dapat menumbuhkan gairah dan motivasi guru mengajar. Mengajar dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu sebagai proses penyampaian materi pelajaran dan sebagai proses pengaturan lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Apabila mengajar dipandang sebagai proses penyampaian materi, maka dibutuhkan sarana pembelajaran berupa alat dan bahan yang dapat menyalurkan pesan secara efektif dan efisien; sedangkan manakala mengajar dipandang sebagai proses mengatur lingkungan agar siswa dapat belajar, maka dibutuhkan sarana yang berkaitan dengan berbagai sumber belajar yang dapat mendorong siswa untuk belajar. Dengan demikian, ketersediaan sarana yang lengkap, memungkinkan guru untuk memiliki berbagai pilihan yang dapat digunakan untuk melaksanakan fungsi mengajarnya; dengan demikian ketersediaan ini dapat meningkatkan gairah mengajar mereka. Kedua, kelengkapan sarana dan prasarana dapat memberikan berbagai pilihan pada siswa untuk belajar. Setiap siswa pada dasarnya memiliki gaya belajar yang berbeda. Siswa yang bertipe auditif akan lebih mudah belajar melalui pendengaran; sedangkan tipe siswa yang visual akan lebih mudah belajar melalui penglihatan. Kelengkapan sarana dan prasarana akan memudahkan siswa menentukan pilihan dalam belajar.
4. Faktor Lingkungan
Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat memengaruhi proses pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosial-psikologis.
Faktor organisasi kelas yang di dalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang dapat memengaruhi proses pembelajaran. Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kelompok belajar yang besar dalam satu kelas kecenderungan:
a. Sumber daya kelompok akan bertambah luas sesuai dengan jumlah siswa sehingga waktu yang tersedia akan semakin sempait.
b. Kelompok belajar akan kurang mampu memanfaatkan dan menggunakan semua sumber daya yang ada. Misalnya, dalam penggunaan waktu diskusi; jumlah siswa yang terlalu banyak akan memakan waktu yang banyak pula, sehingga sumbangan pikiran akan sulit didapatkan dari setiap siswa.
c. Kepuasan belajar setiap siswa akan cenderung menurun. Hal ini disebabkan kelompok belajar yang terlalu banyak akan mendapatkan pelayanan yang terbatas dari setiap guru, dengan kata lain perhatian guru akan semakin terpecah.
d. Perbedaan individu antara anggota akan semakin tampak, sehingga akan semakin sukar mencapai kesepakatan. Kelompok yang terlalu besar cenderung akan terpecah ke dalam sub-sub kelompok yang saling bertentangan.
e. Anggota kelompok yang terlalu banyak berkecenderungan akan semakin banyak siswa yang terpaksa menunggu untuk sama-sama maju mempelajari materi pelajaran baru.
f. Anggota kelompok yang terlalu banyak akan cenderung semakin banyaknya siswa yang enggan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan kelompok.
Memerhatikan beberapa kecendeungan di atas, maka jumlah anggota kelompok besar akan kurang menguntungkan dalam menciptakan iklim belajar mengajar yang baik.
Faktor lain dari dimensi lingkungan yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran adalah faktor iklim sosial-psikologis, maksudnya adalah keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Iklim sosial ini dapat terjadi secara internal atau eksternal.
Iklim sosial-psikologis secara internal, adalah hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah, misalnya iklim sosial antara siswa dengan siswa; antara siswa dengan guru; antara guru dengan guru; bahkan antara guru dengan pimpinan sekolah. Iklim sosial-psikologis eksternal adalah keharmonisan hubungan antara pihak sekolah dengan dunia luar, misalnya hubungan sekolah dengan orang tua siswa, hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga masyarakat, dan lain sebagainya.
Sekolah yang memiliki hubungan yang baik secara internal, yang ditunjukkan oleh kerjasama antar guru, saling menghargai dan saling membantu, maka memungkinkan iklim belajar menjadi sejuk dan tenang sehingga akan berdampak pada motivasi belajar siswa. Sebaliknya, manakala hubungan tidak harmonis, iklim belajar akan penuh dengan ketenangan dan ketidaknyamanan sehingga akan memengaruhi psikologis siswa dalam belajar. Demikian juga sekolah yang memiliki hubungan yang baik dengan lembaga-lembaga luar akan menambah kelancaran program-program sekolah sehingga upaya-upaya sekolah dalam meningkatkan kualitas pembelajaran akan mendapat dukungan dari pihak lain.
D. Komponen-Komponen Sistem Pembelajaran
Belajar adalah perubahan tingkah laku. Namun demikian, kita akan sulit melihat bagaimana proses terjadinya perubahan tingkah laku dalam diri seseorang, oleh karena perubahan tingkah laku berhubungan dengan perubahan sistem saraf dan perubahan energi yang sulit dilihat dan diraba. Walaupun kita tidak bisa melihat perubahan tingkah laku pada diri setiap orang, akan tetapi sebenarnya kita dapat menentukan apakah seseorang telah belajar atau belum, yaitu dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
Menurut Wina Sanjaya (2008) proses perubahan tingkah laku pada setiap orang sebelum dan sesudah proses pembelajaran berlangsung dapat digambarkan sebagai berikut:



Gambar 1. Proses Perubahan Tingkah Laku.
Dari gambar tersebut, maka dapat kita lihat, bahwa telah terjadi proses belajar pada diri seseorang (S) manakala terjadi perubahan dari S sebagai input menjadi S1 sebagai output. Efektivitas pembelajaran atau belajar dan tidaknya seseorang tidak dapat dilihat dari aktivitasnya selama terjadinya proses belajar, akan tetapi hanya dapat dilihat dari adanya perubahan dari sebelum dan sesudah terjadi proses pembelajaran.
Pada uraian tersebut sebagai suatu sistem agar proses pembelajaran bisa berhasil, maka sebagai seorang guru perlu menganalisis berbagai komponen sistem pembelajaran.
Selanjutnya menurut Wina Sanjaya (2008), sebagai suatu sistem kita perlu menganalisis berbagai komponen yang membentuk sistem proses pembelajaran. Komponen sistem proses pembelajaran dapat digambarkan sebagai berikut.



Gambar 2. Komponen Sistem Proses Pembelajaran.
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa sebagai suatu sistem, proses pembelajaran terdiri dari beberapa komponen yang satu sama lain saling berinteraksi dan berinterelasi. Komponen-komponen tersebut adalah tujuan, materi pelajaran, metode atau strategi pembelajaran, media, dan evaluasi.
Tujuan merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pembelajaran. Mau dibawah kemana siswa? Apa yang harus dimiliki oleh siswa? Semuanya tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Sehingga ada beberapa alasan menurut Wina Sanjaya (2007) mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam kurikulum: Pertama, tujuan erat kaitannya dengan arah dan sasaran yang harus dicapai setiap upaya pendidikan. Kedua, melalui tujuan yang jelas, maka dapat membantu para pengembang kurikulum dalam mendesain model kurikulum yang dapat digunakan bahkan akan membantu guru dalam mendesain sistem pembelajaran. Ketiga, tujuan kurikulum yang jelas dapat digunakan sebagai kontrol dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran. Kalau di ibaratkan, tujuan sama dengan komponen jantung pada sistem tubuh manusia. Adakah manusia yang hidup tanpa jantung? Tidak bukan? Ya, jantung adalah komponen utama manusia. Manusia masih bisa hidup tanpa memiliki tangan, tidak memiliki mata, tetapi tidak akan dapat hidup tanpa jantung. Oleh karenanya, tujuan merupakan komponen yang pertama dan utama.
Sesuai dengan standar isi, kurikulum yang berlaku untuk setiap satuan pendidikan adalah kurikulum berbasis kompetensi. Dalam kurikulum yang demikian tujuan yang diharapkan dapat dicapai adalah sejumlah kompetensi yang tergambar baik dalam kompetensi dasar maupun dalam standar kompetensi.
Menurut W.Gulo (2002) istilah kompetensi dipahami sebagai kemampuan. Kemampuan itu menurutnya bisa kemampuan yang tampak dan kemampuan yang tidak tampak. Kemampuan yang tampak itu disebut performance (penampilan). Performance itu tampil dalam bentuk tingkah laku yang dapat didemonstrasikan, sehingga dapat diamati, dapat dilihat, dan dapat dirasakan. Kemampuan yang tidak tampak disebut juga kompetensi rasional, yang dikenal dalam taksonomi Bloom sebagai kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kedua kompetensi itu saling terkait. Kemampuan performance akan berkembang manakalah kemampuan rasional meningkat. Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan luas, akan menampilkan performance yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang memiliki sedikit ilmu pengetahuan.
Isi atau meteri pelajaran merupakan komponen kedua dalam sistem pembelajaran. Dalam konteks tertentu, materi pelajaran merupakan inti dalam proses pembelajaran. Artinya, sering terjadi proses pembelajaran diartikan sebagai proses penyampaian materi. Hal ini bisa dibenarkan manakala tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pembelajaran (Subject centered teaching). Dalam kondisi semacam ini, maka penguasaan materi pelajaran oleh guru mutlak diperlukan. Guru perlu memahami secara detail isi materi pelajaran yang harus dikuasai siswa, sebab peran dan tugas guru adalah sebagai sumber belajar. Materi pelajaran tersebut biasanya tergambar dalam buku teks, sehingga sering terjadi proses pembelajaran adalah menyampaikan materi yang ada di dalam buku. Menurut Oemar Hamalik (2007), isi adalah mata pelajaran pada proses belajar mengajar, seperti pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diasosiasikan dengan mata pelajaran. Pemilihan isi menekankan pada pendekatan mata pelajaran (pengetahuan) atau pendekatan proses ( keterampilan). Namun demikian, dalam setting pembelajaran yang berorientasi pada pencapaian tujuan atau kompetensi, tugas dan tanggung jawab guru bukanlah sebagai sumber belajar. Dengan demikian, materi pelajaran sebenarnya dapat di ambil dari berbagai sumber.
Strategi atau metode adalah komponen yang juga memiliki fungsi yang sangat menentukan. Penyusunan sekuens bahan ajar berhubungan erat dengan strategi atau metode mengajar. Pada waktu guru menyusun sekuens suatu bahan ajar, ia juga harus memikirkan strategi mengajar mana yang sesuai untuk menyajikan bahan ajar dengan urutan seperti itu. Menurut Syaiful Sagala (2000) konsep dasar strategi belajar mengajar ini meliputi (1) menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan perilaku belajar; (2) menentukaan pilihan berkenaan dengan pendekatan terhadap masalah belajar mengajar, memilih prosedur, metode dan teknik belajar mengajar; dan (3) norma dan kriteria keberhasilan belajar mengajar. Strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru, murid dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Strategi bisa juga disebut sebagai aktivitas yang diberikan pada pembelajar dalam situasi belajar mengajar. Aktivitas belajar ini di desain agar memungkinkan siswa memperoleh muatan yang ditentukan, sehingga berbagai tujuan yang telah ditetapkan, terutama maksud dan tujuan pembelajaran, dapat tercapai. Keberhasilan pencapaian tujuan sangat ditentukan oleh komponen ini. Bagaimanapun lengkap dan jelas komponen lain, tanpa dapat di implementasikan melalui strategi yang tepat, maka komponen-komponen tersebut tidak akan memiliki makna dalam proses pencapaian tujuan. Upaya mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun dapat tercapai secara optimal, maka diperlukan suatu metode dan strategi yang telah ditetapkan.
Ada beberapa jenis strategi yang dapat digunakan dalam mengimplementasikan rencana pembelajaran, seperti strategi pembelajaran ekspositori, strategi pembelajaran inkuiri, dan strategi pembelajaran kooperatif (Wina Sanjaya, 2008). Selain strategi tersebut pemilihan metode sangat menentukan dalam mengimplementasikan strategi rencana pembelajaran. Misalnya metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, kerja kelompok, sosiodrama, karyawisata, eksperimen dan lain-lain. Oleh karena itu, setiap guru perlu memahami secara baik peran dan fungsi metode dan strategi dalam proses pembelajaran.
Alat dan sumber, walaupun fungsinya sebagai alat bantu akan tetapi memiliki peran yang tidak kala pentingnya. Dalam kemajuan teknologi seperti sekarang ini memungkinkan siswa dapat belajar dari mana saja dan kapan saja dengan memanfaatkan hasil-hasil teknologi. Oleh karena itu peran dan tugas guru bergeser dari peran sebagai sumber belajar menjadi peran sebagai pengelola sumber belajar.
Media mengajar merupakan segala macam bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar. Perumusan tersebut menggambarkan pengertian media yang cukup luas, mencakup berbagai bentuk perangsang belajar yang sering disebut audio visual aid, serta berbagai bentuk alat penyaji perangsang belajar, berupa alat-alat elektronika seperti mesin pengajaran, film, audio cassette, video cassette, televisi dan komputer (Nana Syaodih,S, 1997). Melalui penggunaan berbagai sumber itu diharapkan kualitas pembelajaran akan semakin meningkat.
Evaluasi merupakan komponen terakhir dalam sistem proses pembelajaran. Evaluasi bukan saja berfungsi untuk melihat keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran, akan tetapi juga berfungsi sebagai umpan balik bagi guru atas kinerjanya dalam pengelolaan pembelajaran. Menurut Oemar Hamalik (1994) dengan evaluasi dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar siswa. Evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan. Evaluasi ini meliputi komponen tujuan mengajar, bahan pengajaran (yang menyangkut sequens bahan ajar), strategi dan media pengajaran, serta komponen evaluasi mengajar sendiri. Melalui evaluasi kita dapat melihat kekurangan dalam pemanfaatan berbagai komponen sistem pembelajaran. Hasil-hasil evaluasi, baik hasil evaluasi hasil belajar, maupun evaluasi pelaksanaan mengajar secara keseluruhan, merupakan umpan balik bagi penyempurnaan-penyempurnaan lebih lanjut. Komponen-komponen apa yang disempurnakan, dan bagaimana penyempurnaan tersebut dilaksanakan. Penyempurnaan mungkin bersifat menyeluruh atau hanya menyangkut bagian-bagian tertentu. Semua hal tersebut tergantung pada kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi.
Menentukan dan menganalisis kelima komponen pokok dalam proses pembelajaran diatas, akan dapat membantu kita dalam memprediksi keberhasilan proses pembelajaran.
E. Kesimpulan
Dari berbagai kajian pembelajaran sebagai suatu sistem yang telah dikemukakan para ahli maka dapat ditarik kesimpulannya sebagai berikut:
1. Pembelajaran sebagai suatu proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreaktivitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.
2. Pembelajaran juga merupakan proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik antara siswa dan guru, siswa denga siswa atau siswa dengan sumber belajar lain pada suatu lingkungan belajar tertentu, untuk mencapai tujuan tertentu.
3. Sistem adalah satu kesatuan komponen satu sama lain saling berkaitan dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
4. Pembelajaran dikatakan sebagai suatu sistem karena pembelajaran adalah kegiatan yang bertujuan, yaitu membelajarakan siswa. Proses membelajarkan itu merupakan rangkaian kegiatan yang melibatkan berbagai komponen.
5. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan proses sistem pembelajaran di antaranya fakktor guru, faktor siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan.
6. Sebagai suatu sistem agar proses pembelajaran bisa berhasil, maka sebagai seorang guru perlu menganalisis berbagai komponen sistem pembelajaran.
Komponen-komponen tersebut adalah tujuan, materi pelajaran, metode atau strategi pembelajaran, media, dan evaluasi.
Referensi
Oemar Hamalik, (1999) Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara.
Dimyati dan Mudjiono (2002), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka Cipta
Nana Syaodih Sukmadinata, ( 2004) Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Syaiful Sagala (2003), Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung : Alfabeta.
Wina Sanjaya (2005), Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Kencana, Prenada Media Group.
Wina Sanjaya, ( 2006 ). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana, Prenada Media Group.
Wina Sanjaya (2008). Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan KTSP. Jakarta: Kencana, Prenada Media Group.
Kemudian, mengapa pembelajaran dikatakan sebagai suatu sistem? Karena pembelajaran adalah kegiatan yang bertujuan, yaitu membelajarakan siswa. Proses membelajarkan itu merupakan rangkaian kegiatan yang melibatkan berbagai komponen. Itulah setiap guru memahami sistem pembelajaran. Melalui pemahaman sistem, minimal setiap guru akan memahami tentang tujuan pembelajaran atau hasil yang diharapkan, proses kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan, pemanfaatan setiap komponen dalam proses kegiatan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dan bagaimana mengetahui keberhasilan pencapaian tersebut.
Menurut Wina Sanjaya (2008) belajar pada dasarnya adalah suatu proses aktivitas mental seseorang dalam berinteraksi dengan lingungannya sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat positif baik dalam perubahan dalam aspek pengetahuan, sikap, psikomotor.
Dalam implementasinya, walaupun istilah yang digunakan, pembelajaran,” tidak berarti guru harus menghilangkan peranannya sebagai pengajar, sebab secara konseptual pada dasarnya dalam istilah mengajar itu juga makna membelajarkan siswa. Mengajar-belajar dua istilah yang memiliki satu makna yang yang tidak dapat dipisahkan. Tidak akan ada perbuatan mengajar manakala tidak membuat seorang belajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar