Senin, 20 Desember 2010

Sekolah Yang Inovatif


 
BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang.
Sistem pendidikan di Indonesia belum membebaskan. Peserta didik menjalani proses belajar bagaikan dalam penjara. Mereka harus mengikuti pelajaran di dalam ruang kelas dengan aturan-aturannya sendiri, belum lagi siswa harus menguasai sejumlah ilmu pada sekolah dasar dan menengah dalam waktu yang sempit. Serta banyaknya tugas-tugas dari sekolah maupun guru yang harus mereka kerjakan untuk keesokan harinya. Sementara itu disana sini masih terjadi keluhan dari masyarakat tentang kurang relevannya kurikulum di sekolah-sekolah dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan dan pembangunan. Masalah relevansi tersebut dapat dilihat dari tiga segi yaitu belum relevannya dengan lingkungan hidup peserta didik, perkembangan kehidupan masa sekarang dan masa yang akan datang dan tuntutan dunia pekerjaan. Suara tentang perlunya relevansi pendidikan dengan dunia pekerjaan menggaung semakin keras pada saat sekarang. Kurang relevannya pendidikan dengan dunia pendidikan mengakibatkan sukarnya lulusan sekolah yang ingin memasuki angkatan kerja untuk memperoleh pekerjaan. Lulusan sekolah-sekolah yang ingin memasuki pekerjaan di tempat asalnya tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai, dan bagi mereka ingin bekerja di daerah lain tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tidak sesuai dengan kualifikasi pekerjaan yang diinginkan. Selain masalah tersebut juga termasuk masalah mutu sebagai penghasil lulusan yang bermutu masih rendah karena peningkatan sumber-sumber belajar dan peningkatan sarana dan prasarana belajar belum dilaksanakan secara optimal. Disamping itu efesiensi berkaitan dengan usaha yang dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang maksimal tetapi dengan biaya dan tenaga yang seminimal mungkin masih terabaikan. Hal ini yang membuat sehingga hasil pendidikan di Indonesia belum optimal. Oleh karena itu banyak bermunculan sekolah-sekolah inovatif di Indonesia dengan tujuan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Termasuk implementasi kurikulum berbasis kompetensi menuntut perubahan terhadap berbagai aspek pendidikan yang inovatif.
B. Rumusan Masalah
Beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain :
1. Apa arti dari sekolah inovatif ?
2. Seperti apa sekolah inovatif itu ? 

BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti dari Sekolah Inovatif
Sekolah inovatif adalah sekolah yang memberi kebebasan anak untuk berkreasi, mengekspresikan perasaannya dan sebagainya. Sekolah lebih menekankan pemahaman, kemampuan tertentu pada peserta didik yang berkaitan dengan pekerjaan yang ada dimasyarakat. Sekolah yang harus tanggap atas keadaan dalam memenuhi harapan terhadap kebutuhan lingkungan peserta didik dengan pembangunan. Menerapkan kurikulum berbasis kompetensi dan sekolah perlu mengembangkan sehingga peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian, sebagai pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan untuk menjangkau kualitas lulusan yang diharapkan. Sekolah selalu mengembangkan silabus mata pelajaran yang dapat mengakomodasi potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan peserta didik serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah. Intinya tidak membebani anak dan tidak menjadikan sekolah itu seperti penjara. Pengembangan inovasi ditingkat sekolah harus dilakukan melalui suatu rangkaian kerja atau proses untuk mengetahui masalah dan kendala yang dihadapi guru. Setelah diketahui masalah dan kendalanya maka dicari cara-cara yang relatif baru dan padat dilaksanakan untuk memecahkan masalah dan kendala itu.
B. Perwujudan dari Sekolah Inovatif
Kesadaran bahwa pendidikan itu untuk peserta didik, belajar itu hak bukan kewajiban itu masih minim. Sekarang peserta didik lebih banyak diperlakukan seperti robot, harus nurut, peserta didik untuk kurikulum, sarat kekerasan dan kadang sekedar mengejar nilai bukan proses. Ini sangat merugikan bagi pengembangan kreatifitas dan kemandirian peserta didik. Padahal seharusnya sekolah itu membebaskan ide-ide kreatif mereka. Oleh karena itu, banyak bermunculan sekolah-sekolah inovatif saat ini dengan mengutamakan prinsip-prinsip:
1. Relevansi.
Relevansi berarti kesesuaian antara pendidik dengan tuntutan kehidupan dan harapan masyarakat ( Amsyar dan Nurtain, 1993 ). Relevansi dapat di capai, kalau lulusan sekolah bermanfaat bagi kehidupan nyata di masyarakat, yaitu lulusan yang fungsional. Hendyat dan Wasty seperti dikutip Amsyar dan Nurtain ( 1993 ) menyatakan ada tiga segi masalah relevansi yaitu relevansi dengan lingkungan hidup peserta didik, perkembangan kehidupan masa sekarang dan masa yang akan datang, dan tuntutan dunia pekerjaan.
Dalam menentukan materi, perlu di sesuaikan dengan keadaan nyata dan sekitar. Umpamanya, materi muatan lokal merupakan salah satu cara bagi peningkatan relevansi pendidikan di Madrasah dengan keadaan lingkungan alam, sosial, dan budaya, serta kebutuhan daerah. Selain pertimbangan lingkungan hidup, perlu dipertimbangkan perkembangan kehidupan dimasa sekarang dan masa depan. Dengan demikian perlu sekolah melakukan inovasi agar kurikulum membekali peserta didik dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang serasi dengan lingkungan alam dan sosial budaya masing-masing siswa, tanpa mengabaikan pengenalan lingkungan lain melalui kurikulum yang berlaku secara nasional.
  1. Mutu.
Dalam GBHN 1983 mengamanatkan agar peningkatan mutu pendidikan di semua tingkat, jenjang, dan jenis tingkatan. Salah satu wujud dalam melaksanakan peningkatan mutu pendidikan di sekolah adalah dengan peningkatan prestasi belajar siswa melalui perbaikan mutu guru dan kurikulum, pengadaan buku-buku, sarana, dan prasarana lainnya, perbaikan manajemen, dan layanan perpustakaan serta refungsionalisasi supervisi dan pengawasan pelaksanaan kurikulum.
Perbaikan mutu guru dapat dicapai melalui penataran, penyetaraan guru, serta peningkatan interaksi kolegial guru melalui organisasi profesi, dan sistem pembinaan guru. Perbaikan kurikulum di lakukan dengan inovasi yang memungkinkan materi pelajaran di sesuaikan dengan kebutuhan pembangunan, serta melalui cara belajar aktif dalam setiap proses belajar mengajar. Inovasi lain seperti guru perlu melakukan strategi pembelajaran kontekstual.
Wina Sanjaya ( 2006), Contextual Teaching Learning (CTL) adalah suatu pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Salah satu wujud dari CTL adalah pengembangan kurikulum berbasis kompetensi. Pengembangan KBK perlu memasukkan keterampilan untuk hidup ( life skill ) agar peserta didik memiliki keterampilan, sikap, dan perilaku adaptif, kooperatif dan kompetitif dalam menghadapi tantangan dan tuntutan kehidupan sehari-hari secara efektif ( Mulyasa, 2006 )
  1. Efisiensi.
Efesiensi berkaitan dengan usaha yang dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang maksimal tetapi dengan biaya dan tenaga yang maksimal tetapi dengan biaya dan tenaga yang seminimal mungkin ( Amsyar dan Nurtain, 1993 ). Ini berarti bahwa jika hasil yang diperoleh lebih besar dari usaha yang telah dikeluarkan, maka kegiatan tersebut dikatakan efisien. Sebaliknya jika yang di peroleh lebih kecil dari usaha yang telah dikeluarkan, maka usaha tersebut tidak efisien. Oleh karena itu sekolah yang inovatif dalam pengembangan kurikulum dan pengajaran perlu memperhatikan efisiensi masalah dana, tenaga guru, waktu, dan sarana belajar. Umpamanya seringkali terdengar keluhan bahwa sekolah tidak efisien dalam alokasi waktu. Sangat banyak waktu pelajaran habis untuk hal-hal yang tidak perlu, seperti siswa yang di kerahkan paga kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat, waktu belajar yang dihabiskan untuk rapat-rapat guru, dan lain-lain.
4. Efektifitas
Efektifitas menyangkut atas jawaban pertanyaan. ” Sejauh mana sekolah yang telah direncanakan untuk mencapai suatu tujuan telah tercapai ”. Dalam kurikulum, efektifitas berkaitan dengan tingkat keberhasilan pelaksanaan pengajaran dengan pencapaian tujuan, baik dalam usaha pencapaian semua tujuan instruksional, maupun dalam usaha pencapaian semua tujuan kurikuler dan tujuan institusional. Untuk mencapai suatu tujuan instruksional, disusun berbagai macam kegiatan belajar. Kegiatan tersebut di programkan agar peserta didik memiliki pengalaman belajar. Untuk mengetahui apakan tujuan instruksional dan tujuan kurikuler semua mata pelajaran itu telah tercapai perlu mengadakan kegiatan evaluasi. Sebab dengan mengadakan evaluasi dapat diketahui tingkat efektifitas pelaksanaan kurikulum semua mata pelajaran. Hasil evaluasi dipakai sebagai masukan untuk mencari jalan bagi perbaikan pelaksanaan kurikulum pada semester berikutnya.
  1. Struktur Pendidikan Guru.
Guru memegang peranan penting dalam pelaksanaan inovasi-inivasi proses belajar mengajar. Selain sebagai perencana, dan pengembangan kurikulum dan pengajaran, guru adalah pembimbing, dinamisator, fasilitator, dan arsitek proses belajar – mengajar. Karena betapa penting dan besarnya peranan guru dalam pembelajaran siswa, maka guru haruslah seorang yang profesional, yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian yang tinggi. Kualitas guru yang demikian hanya dapat diperoleh, kalau guru disiapkan dengan matang agar ia mampu berbuat serba profesional dalam pelaksanaan kurikulum.
Wina Sanjaya ( 2006), sebagai suatu profesi, terdapat sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru, yaitu meliputi kompetensi pribadi, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial kemasyarakatan.
a. Kompetensi Pribadi.
Guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau panutan. Sebagai seorang model, guru harus mempunyai kompetensi yang berhubungan dengan perkembangan kepribadian, diantaranya :
1. Kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya.
2. Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antar umat beragama.
3. Kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan, dan sistem nilai yang berlaku dimasyarakat.
4. Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru.
5. Bersifat demokratis dan terbuka terhadap pembaharuan dan kritik.
b. Kompetensi Pofesional
Kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang sangat penting dalam melaksanakan berbagai inovasi, sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Oleh karena itu, tingkat keprofesionalan seorang guru dapat dilihat dari kompetensi ini dalam melakukan inovasi. Beberapa kemampuan yang berhubungan dengan kompetensi ini diantaranya :
6. Kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan pendidikan yang harus dicapai, baik baik tujuan naisional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan pembelajaran.
7. Pemahaman dalam psikologi pendidikan, misalnya paham terhadap tahapan perkembangan siswa, paham tentang teori-teori belajar dan lain sebagainya.
8. Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya.
9. Kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran.
10. Kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar.
11. Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran.
12. Kemampuan dalam menyusun pembelajaran.
13. Kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang, misalnya paham akan administrasi sekolah, bimbingan, dan penyuluhan.
14. Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.
c. Kompetensi Sosial Kemasyarakatan
1. Kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional.
2. Kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan.
3. Kemampuan untuk menjalin kerja sama, baik secara individual maupun secara kelompok.
6. Mengoptimalkan Peranan Guru dalam Proses Pembelajaran
Ketika ilmu pengetahuan masih terbatas, ketika penemuan hasil-hasil teknologi belum berkembang hebat seperti sekarang ini, maka peran utama guru di sekolah adalah menyampaikan ilmu pengetahuan sebagai warisan kebudayaan masa lalu yang dianggap berguna sehingga harus dilestarikan. Dalam kondisi demikian guru berperan sebagai sumber belajar ( learning resources ) bagi siswa. Siswa akan belajar apa yang keluar dari mulut guru. Oleh karena itu, ada pepatah yang menyebutkan bagaimanapun pintarnya siswa, maka tidak akan mungkin mengalahkan pintarnya guru. Apakah dalam kondisi yang demikian dapat dipertahankan? Apakah ilmu pengetahuan sebagai warisan masa lalu yang harus dikuasai itu hanya dapat dipelajari dari mulut guru? Tentu saja tidak. Dalam abad teknologi dan informasi ini siswa dapat mempelajarinya dari berbagai sumber.
Namun, demikian guru sebagai proses pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting. Bagaimanapun hebatnya teknologi maka peran guru tetap di perlukan. Bagaimana melaksanakan peran-peran guru agar proses pembelajaran yang menjadi tanggung jawab lebih berhasil? Beberapa peran guru akan dijelaskan dibawah ini.
  1. Guru Sebagai Sumber Belajar.
Peran guru sebagai sumber belajar merupakan peran yang sangat penting. Peran sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Sebagai sumber belajar dalam proses pembelajaran hendaknya guru melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Sebaiknya guru memiliki banyak referensi yang lebih banyak diandingkan dengan siswa. Hal ini untuk menjaga agar guru memiliki pemahaman yang lebih baik tentang materi yang akan dikaji bersama siswa.
b. Guru dapat menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa yang biasanya memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata siswa yang lain.
c. Guru perlu melakukan pemetaan tentang materi pelajaran, misalnya dengan menentukan mana materi inti, yang wajib dipelajari siswa, mana materi tambahan, mana materi yang harus diingat kembali karena pernah dibahas, dan lain sebagainya.
  1. Guru Sebagai Fasilitator.
Sebagi fasilitator, guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Agar dapat melaksanakan peran sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipahami, khususnya hal-hal yang berhubungan dengan pemanfaatan berbagai media dan sumber pembelajaran.
  1. Guru perlu memahami berbagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi masing-masing media tersebut.
b. Guru perlu mempunyai keterampilan dalam merancang suatu. Kemampuan merancang media salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional.
c.Guru dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat memanfaatkan berbagai sumber belajar. Perkembangan teknologi informasi menuntut setiap guru untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi mutakhir.
d. Sebagai fasilitator, guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa.
3. Guru sebagai Pengelolah.
Sebagai pengelolah pembelajaran ( learning manajer ), guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa.
4. Guru sebagai Demonstrator.
Yang dimaksud dengan peran guru sebagai demonstrator adalah peran guru mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan.
  1. Guru sebagai Pembimbing.
Siswa adalah individu yang unik, keunikan ini bisa dilihat dari adanya setiap perbedaan. Artinya, tidak ada dua individu yang sama. Walaupun secara fisik mungkin individu memiliki kemiripan, tetapi pada hakikatnya mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan, dan sebagainya. Perbedaan itulah yang menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing. Membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya sebagai bekal hidup mereka, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas–tugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia ideal yang menjadi harapan setiap orang tua dan masyarakat.
Agar seorang guru dapat menjadi pembimbing yang baik, maka ada beberapa hal yang harus dimiliki, diantaranya : Pertama, guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Kedua , guru harus memahami dan terampil dalam merencanakan, baik merencanakan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai maupun merencanakan proses pembelajaran.
  1. Guru sebagai Motivator.
Dalam proses pembelajaran, motivasi salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh karena kemampuan yang kurang, tetapi karena tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan segala kemampuannya. Dengan demikian siswa yang berprestasi rendah belum tentu disebabkan oleh karena kemampuan yang rendah pula, tetapi mungkin di sebabkan oleh karena tidak adanya dorongan atau motivasi. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif dalam belajar. Oleh karena itu guru perlu menumbuhkan motivasi belajar siswa. Ada beberapa petunjuk yang dapat dijadikan acuan dalam memberikan motivasi pada siswa, yaitu :
a. Memperjelas tujuan yang ingin dicapai
b. Membangkitkan minat siswa.
c. Menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar.
d. Beri pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa.
e. Berikan penilaian.
f. Berikan komentar terhadap hasil pekerjaan siswa.
g. Ciptakan persaingan yang kerja sama.
  1. Guru sebagai Evaluator.
Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Terdapat dua fungsi dalam memerankan perannya sebagai evaluator: Pertama, untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan atau menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap materi kurikulum atau pembelajaran. Kedua, untuk menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang telah diprogramkan.
Amsyar dan Nurtain ( 1993 ) memberikan contoh kegiatan inovasi yang dapat dilakukan di sekolah seperti manajemen berbasis sekolah.
Mulyasa ( 2002), manajemen berbasis sekolah adalah merupakan salah satu upaya pemerintah mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemberian otonomi pendidikan yang luas pada sekolah merupakan kepedulian pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul dimasyarakat serta upaya peningkatan mutu pendidikan secara umum. Pemberian otonomi ini menuntut pendekatan manajemen yang lebih kondusif di sekolah agar dapat mengakomodasi seluruh keinginan sekaligus memberdayakan berbagai komponen masyarakat secara efektif, guna mendukung kemajuan dan sistem yang ada disekolah. Manajemen berbasis sekolah memberikan peluang bagi kepala sekolah, guru, dan peserta didik untuk melakuan inovasi dan introvisasi di sekolah, berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran, manajerial dan lain sebagainya yang tumbuh dari aktifitas, kreativitas, dan profesionalisme yang dimiliki. Pelibatan masyarakat dalam dewan sekolah dibawah monitoring pemerintah, mendorong sekolah untuk lebih terbuka, demokratis, dan bertanggung jawab. Pemberian kebebasan yang lebih luas memberi kemungkinan kepala sekolah untuk dapat menemukan jati dirinya dalam membina peserta didik, guru, dan petugas lain yang ada di lingkungan sekolah.
Desentralisasi pendidikan memberikan kewenangan kepala sekolah dan masyarakat setempat untuk mengelola pendidikan. Hal ini memungkinkan adanya kerja sama yang erat antara staf sekolah, kepala sekolah, guru, personil lain dan masyarakat dalam upaya pemerataan, efisiensi, efektifitas, dan peningkatan kualitas, serta produktivitas pendidikan. Model ini juga akan menyerahkan fungsi kontrol yang berada pada pemerintah kepada masyarakat melalui dewan sekolah, sementara fungsi monitoring tetap pada pemerintah. Untuk memperkaya pemahaman para pelaksana di lapangan khususnya kepala sekolah, guru, calon guru, dan dewan sekolah serta tokoh masyarakat yang bertanggung jawab dan terlibat secara langsung dalam pelaksanaan pendidikan disekolah.
Kewenangan yang bertumpuh pada sekolah merupakan inti dari manajemen berbasis sekolah yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut:
  1. Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua dan guru.
  2. Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal.
  3. Efektifitas dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah,moral guru dan iklim sekolah.
  4. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancangan ulang sekolah, dan perubahan perencanaan.
Kepala sekolah merupakan seorang manajer di sekolah. Ia harus bertanggung jawab terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian perubahan atau perbaikan program pengajaran disekolah. Untuk kepentingan tersebut sedikitnya terdapat empat langkah yang harus dilakukan, yaitu menilai kesesuain program yang ada dengan tuntutan kebudayaan dan kebutuhan siswa, meningkatkan perencanaan program, melilih dan melaksanakan program, serta menilai perubahan program.
Untuk menjamin efektifitas pengembangan kurikulum dan program pengajaran dalam manajemen berbasis sekolah, kepala sekolah sebagai pengelola program pengajaran bersama dengan guru-guru harus menjabarkan isi kurikulum secara lebih rincih dan operasional kedalam program tahunan, semester dan bulanan. Adapun program mingguan atau Rencana Pelaksanaan Pengajaran (RPP), wajib dikembangkan guru dan melakukan inovasi-inovasi perangkat pembelajaran sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar. Berikut diperinci beberapa perinsip yang harus diperhatikan :
a. Tujuan yang dikehendaki harus jelas, makin operasional tujuan, makin mudah terlihat dan makin tepat program-program yang dikembangkan untuk mencapau tujuan.
b. Program itu harus sederhana dan fleksibel.
c. Program-program yang disusun dan dikembangkan harus sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
d. Program yang dikembangkan harus menyeluruh dan harus jelas pencapaiannya.
e. Harus ada koordinasi antar komponen pelaksana program di sekolah.
Dalam hal itu, perlu dilakukan pembagian tugas guru, penyusunan kalender pendidikan dan jadwal pelajaran pembagian waktu yang digunakan, penetapan pelaksanaan evaluasi belajar, penetapan penilaian, penetapan norma kenaikan kelas, pencatatan kemajuan belajar peserta didik, dan peningkatan perbaikan pengajaran serta pengisian waktu kosong.
Keberhasilan manajemen berbasis sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan pimpinannya dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersediah disekolah. Dalam hal ini, peningkatan produktivitas dan prestasi kerja dapat dilakukan dengan meningkatkan perilaku manusia ditempat kerja melalui aplikasi konsep dan teknik manajemen personalia modern.
Nana Sujana ( 1989 ) menyebutkan ada empat aspek utama yang harus mendapat perhatian kepala sekolah dalam pelaksanaan kurikulum disekolahnya :
1. Adalah efektivitas dan efisiensi proses belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru.
2. Adalah efektivitas dan efisiensi pelaksanaan bimbingan penyuluhan yang dapat dilihat dari banyaknya kegiatan yang dilakukan oleh pembimbing / wali kelas.
3. Pelaksanaan administrasi kelas oleh guru.
4. Pelaksanaan penilaian.
Manajemen tenaga kependidikan atau manajemen personalia pendidikan bertujuan untuk mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Sehubungan dengan itu, fungsi personalia yang harus dilaksanakan pimpinan, adalah menarik, mengembangkan, menggaji, dan memotovasi personil guna mencapai tujuan sistem, membantu anggota mencapai posisi dan standar perilaku, memaksimalkan perkembangan karier tenaga kependidikan, serta menyelaraskan tujuan individu dan organisasi.
Manajemen tenaga kependidikan ( guru dan personil ) mencakup:
1. Perencanaan pegawai.
2. Pengadaan pegawai
3. Pembinaan dan pengembangan pegawai.
4. Promosi dan mutasi
5. Pemberhentian pegawai
6. Kompensasi dan
7. Penilaian pegawai.
Semua itu perlu dilakukan dengan baik dan benar agar apa yang diharapkan tercapai, yakni tersediahnya tenaga kependidikan yang diperlukan dengan kualifikasi dan kemampuan yang sesuai serta dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan berkualitas.
Tugas kepala sekolah dalam kaitan dengan manajemen tenaga kependidikan bukanlah pekerjaan yang mudah karena tidak hanya mengusahakan tercapainya tujuan sekolah, tetapi juga tujuan tenaga kependidikan secara peribadi. Karena itu, kepala sekolah dituntut untuk mengerjakan instrumen pengelolaan tenaga kependidikan seperti daftar absensi, daftar urut kepangkatan, daftar riwayat hidup, daftar riwayat pekerjaan dan kondite pegawai untuk membantu kelancaran manajemen berbasis sekolah, disekolah yang dipimpinnya.
Disamping manajemen tanaga kependidikan juga diperlukan manajemen kesiswaan (peserta didik) merupakan salah satu bidang operasional manajemen berbasis sekolah. Manajemen kesiswaan adalah penataan dan pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik, mulai masuk sampai dengan keluarnya peserta didik tersebut dari suatu sekolah. Manajemen kesiswaan bukan hanya berbentuk pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi aspek yang lebih luas yang secara operasional dapat membantu upaya pertumbuhan dan perkembangan peserta didik melalui proses pendidikan disekolah.
Manajemen kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran disekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur, serta mencapai tujuan pendidikan disekolah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, bidang manajemen kesiswaan sedikitnya memiliki tiga tugas utama yang harus diperhatikan, yaitu penerimaan siswa baru, kegiatan kemajuan belajar serta bimbingan dan pembinaan disiplin. Sutisna (1985) menjabarkan tanggung jawab kepala sekolah dalam mengelola bidang kesiswaan berkaiatan dengan hal-hal sebagai berikut:
8. Kehadiran siswa di sekolah dan masalah-masalah yang berhubungan dengan itu.
9. Penerimaan, orientasi, klasifikasi, dan penunjukkan siswa kelas dan program studi.
10. Evaluasi dan pelaporan kemajuan belajar
11. Program supervisi bagi siswa yang mempunyai kelainan, seperti pengajaran, perbaikan dan pengajaran luar biasa.
12. Pengendalian disiplin siswa.
13. Program bimbingan dan penyuluhan,
14. Program kesehatan dan keamanan
15. Penyesuaian pribadi, sosial, dan emosional.
Tujuan pendidikan tidak hanya untuk mengembangkan pengetahuan anak, tetapi juga sikap kepribadian, serta aspek sosial, emosional, di samping keterampilan-keterampilan lain. Sekolah tidak hanya bertanggung jawab memberikan berbagai ilmu pengetahuan, tetapi memberi bimbingan dan bantuan terhadap anak-anak yang bermasalah, baik dalam belajar, emosional, maupun sosial, sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai potensi masing-masing. Untuk kepentingan tersebut, diperlukan data yang lengkap tentang peserta didik. Untuk itu, disekolah perlu dilakukan pencatatan dan ketatalaksanaan kesiswaan, dalam bentuk buku induk, buku klapper, buku laporan keadaan siswa, buku presensi siswa, buku rapor, daftar kenaikan kelas, buku mutasi, dan sebagainya.
Dalam menunjang manajemen berbasis sekolah (MBS) tidak terlepas dari manajemen keuangan dan pembiayaan yang merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Hal tersebut terasa lagi dalam implementasi manajemen berbasis sekolah, yang menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi serrta mempertanggung jawabkan pengelolaan dana secara transfaransi kepada masyarakat dan pemerintah. Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan proses belajar mengajar di sekolah bersama komponen-komponen lain, seperti manajemen sarana dan prasarana pendidikan.
Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar seperti gedung, ruang kelas, meja-kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Adapun yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, taman sekolah, kebun, jalan menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman sekolah untuk pengajaran biologi, halaman sekolah sebagai sekaligus lapangan olah raga, komponen tersebut merupakan sarana pendidikan.
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventarisasi, dan penghapusan serta penataan. Manajemen sarana prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapih, indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun siswa untuk berada di sekolah. Disamping itu juga diharapkan tersediahnya alat-alat atau fasilitas belajar yang memadai secara kuantitatif, kualitatif, dan relevan dengan kebutuhan serta dapat di manfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses pendidikan dan pengajaran, baik oleh guru sebagai pengajar maupun siswa sebagai pelajar. Guru yang inovatif akan dapat memanfaatkan semua jenis sumber dan alat pelajaran yang mudah diterapkan dan mudah dipahami oleh siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Contoh lain sekolah inovatif seperti home schooling, sekolah alternative, juga sekolah alam yang memungkinkan anak belajar dengan cara masing-masing. Dalam kegiatan ini, guru membuat rencana sesuai dengan keadaan lingkungan alam di sekitar sekolah. Sekolah-sekolah inovatif ini paling tidak harus mengikuti 3 dari 8 standar pendidikan nasional yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ; yaitu standar isi kurikulum, standar kompetensi lulusan dan standar evaluasi. Sedangkan standar proses, standar guru, standar biaya, standar sarana prasarana, itu bebas. Untuk sekolah inovatif, cara mengevaluasinya memakai pertanyaan-pertanyaan standar kompetensi yang diharuskan, bahkan mereka juga bisa ikut ujian kesetaraan dan ujian nasional sama seperti sekolah-sekolah formal. Di sini akan dilihat siswa -siswi yang sekolah lewat jalur formal dan informal itu kualitasnya sama apa tidak. Penelitian di AS menunjukkan mereka yang bersekolah di sekolah inovatif secara akademik maupun psiko sosialnya banyak yang lebih tinggi dari siswa-siswi yang sekolah biasa.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, peran guru dalam sekolah inovatif ini adalah sebagai fasilitator proses belajar. Guru juga bisa belajar bersama-sama dengan murid untuk tempat belajarnya bisa dimana saja. Di ruang kelas, halaman, kebun, dan sebagainya. Sesekali mereka diajak keluar dari lingkup sekolah, misalnya ke kantor polisi, kantor pemadam kebakaran atau apa saja.
Pendekatan belajarnya sendiri tetap mengedepankan kepentingan terbaik bagi siswa. Bukan siswa untuk kurikulum, tetapi kurikulum untuk siswa. Jadi, kurikulum didesain untuk siswa dalam kondisi yang berbeda, baik perbedaan tingkat kecerdasan, kreaktivitas, cacat fisik, kebutuhan, pertumbuhan dan perkembangan kognitif.
BAB III
PENUTUP
Setelah penulis menyelesaikan makalah ini ada beberapa point yang dapat disimpulkan yang berhubungan dengan sekolah yang inovatif yakni:
1. Pendidikan di Indonesia ini masih sangat bersifat konvensional dimana guru selalu memberi pelajaran dari siswa hanya mendengarkan. Hal-hal seperti ini yang menghambat kemajuan pendidikan di Indonesia. Untuk itu, saat ini dikembangkan sekolah-sekolah inovatif baik di sekolah formal maupun informal. Usaha ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
2. Sekolah inovatif adalah sekolah yang memberi kebebasan siswa untuk berkreasi atau kreaktif, mengekspresikan perasaannya dan sebagainya. Sekolah lebih menekankan pemahaman, kemampuan tertentu pada peserta didik yang berkaitan dengan pekerjaan yang ada dimasyarakat
3. Sekolah-sekolah yang inovatif mengutamakan :
a. Relevansi.
b. Mutu.
c. Efisiensi
d. Efektifitas
e. Struktur Pendidikan Guru
f. Mengoptimalkan Peranan Guru dalam Proses Pembelajaran
4. Manajemen berbasis sekolah meliputi:
a. Manajemen kurikulum dan program pengajaran
b. Manajemen tenaga kependidikan
c. Manajemen kesiswaan
d. Manajemen keuangan dan pembiayaan
e. Manajemen sarana dan prasarana
5. Keberhasilan manajemen berbasis sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan pimpinannya dalam mengelola sumber daya yang tersedia disekolah terutama tenaga kependidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Amsyar, M. dan Nurtain, ( 1993 ), Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Diperbanyak oleh P2LPK Depdikbud, Jakarta.
Mulyasa, E., ( 2006 ), Kurikulum Berbasisi Kompetensi Konsep, Karaktristik, dan Implementasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.
---------,. ( 2002 ), Manajemen Berbasisi Sekolah Konsep Strategi dan Implikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya
Sanjaya, Wina ( 2006), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana , Prenada Media Group.
Sujana, Nana, ( 1989 ), Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung : Sinar Baru.
Susilana, Rudi, ( 2006 ), Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung :Jurusan Kurtekpen FIP UPI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar